Kamis, 08 April 2010

Demi Jilbab, Merantau ke Serajevo

Cahide Nur Cunuk memutuskan merantau. Ia harus meninggalkan Turki, tanah kelahirannya, ke Sarajevo, Bosnia, untuk meneruskan studi ke jenjang lebih tinggi. Satu alasan kuat yang mendorongnya meninggalkan Turki adalah soal jilbab. "Saya datang ke Sarajevo karena masalah jilbab," kata Cunuk seperti dikutip Reuters, Senin (5/4) lalu. Ia mengatakan, setelah lulus dari sekolah agama, seperti madrasah aliyah di Indonesia, ia tak bisa mendaftarkan diri untuk kuliah di universitas di Turki.

Sebab, perempuan berjilbab seperti dirinya tak boleh mengenakan jilbab di kampus, baik negeri maupun swasta. Namun, kini, Cunuk telah nyaman menuntut ilmu di International University of Sarajevo di jurusan arsitektur dan tetap diizinkan berjilbab di lingkungan kampus.

Hingga kini, ada sekitar seribu mahasiswa asal Turki yang merantau ke Bosnia untuk belajar. Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswi yang mengenakan jilbab. Selama ini, mereka tetap berjilbab di sekolah karena belajar di sekolah agama yang 40 persen berisi pengajaran Islam.

Vildan Mengi, mahasiswi Turki lainnya, mengatakan, ia bahagia berada di Bosnia. Apalagi, katanya, warga Bosnia adalah Muslim. "Mereka sama dengan kami," katanya. Ia pun memiliki alasan yang sama dengan Cunuk hingga ia meninggalkan Turki.

Menurut Mengi, ia memiliki tiga adik perempuan yang kemungkinan juga akan merantau ke Bosnia untuk kuliah. Langkah itu, ungkapnya, akan ditempuh jika persoalan jilbab di Turki tak juga terselesaikan dengan baik. Apa pun itu, ia merasa senang belajar di Sarajevo. "Ibu saya datang mengunjungi saya. Ia melihat saya dalam kondisi yang baik," ungkap Mengi. Seorang mahasiswi Turki lainnya mengatakan, jika situasi di Turki berubah, ia tak perlu datang ke Sarajevo untuk belajar.

Ia menambahkan, dalam soal jilbab, warga Bosnia lebih toleran dibandingkan warga Turki. Apalagi, katanya, Bosnia tak memberlakukan larangan berjilbab di kampus. Selain soal jilbab, makanan dan kehidupan Bosnia menjadi daya tarik bagi mahasiswa Turki. Enes Cici, mahasiswa IUS, mengatakan, banyak masjid di Sarajevo dan makanannya pun enak. Keadaan ini, katanya, hampir sama dengan apa yang ada di Turki.

Hal yang sama diucapkan Mehmad Guner. "Lebih nyaman di sini daripada AS, Kanada, atau negara Eropa lainnya." IUS merupakan universitas terbesar dari tiga universitas besar yang ada di Sarajevo. Universitas ini didirikan oleh pengusaha dan figur penting Turki dan mitra dari Bosnia.

Universitas lainnya adalah International Burch University (IBU). Pendiri IBU adalah Foundation of Journalists and Writers yang berbasis di Istanbul, Turki. Sosok penting yang terlibat dalam pendirian ini adalah ulama Turki, Fethullah Gulen, yang berkeinginan ada jaringan pendidikan di seantero Turki, Asia, dan Balkan.

Sedangkan, universitas ketiga adalah Sarajevo School of Science and Technology. Jaraknya hanya beberapa ratus meter dari IBU. "Ini situasi unik karena dua universitas yang didanai Turki berada di area yang sama," kata Sekjen IBU, Orhan Hadzagic.

Pada Senin, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan yang secara resmi membuka kampus baru IUS berharap, dengan adanya universitas ini dan sekitar seribu mahasiswa Turki di Sarajevo akan terus terwujud jalinan yang erat antara Bosnia dan Turki.
Red: irf
Rep: ferry kisihandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar